Seperti sungai yang dibentuk waktu dan kesabaran yang hening, kita mengembara melewati lembah-lembah liar dan hutan-hutan sunyi, mengejar cahaya di antara badai dan ketenangan, hingga langit merunduk perlahan dan bumi pun menyelaraskan diri agar dua akar yang dulu berjauhan akhirnya dapat saling terpaut, bukan karena paksaan, melainkan oleh keyakinan yang tenang bahwa sejak awal, kita memang ditakdirkan tumbuh menuju matahari yang sama.
Dan aku pun berjalan, pelan tapi pasti, melewati musim-musim yang tak selalu ramah, membiarkan luka tumbuh menjadi pelajaran dan harapan mekar di antara reruntuhannya, hingga langkahku berhenti bukan karena lelah, melainkan karena akhirnya kutemukan teduhmu, tempat di mana hati tak perlu menjelaskan dirinya, hanya tinggal, dan tumbuh, dan percaya bahwa hujan pun tak lagi membuat takut bila ada tanganmu yang menggenggam akar-akar pulangku.